Sabtu, 18 Mei 2013

Kereta Tak Selamanya Penuh Part II

Ini kisah tentang sakit hatinya teman saya. Dia berkeras agar saya membaginya di blog. Jadi setelah beberapa hari di berondong pertanyaan yang sama, akhirnya membuat saya menyerah.

Jadi begini ceritanya: rumah teman saya di Bogor, sedang kantornya terletak di Jembatan Tiga, Kota. Setiap hari dia menggunakan jasa kereta api listrik untuk pergi-pulang Bogor-Jakarta. Supaya dapet tempat duduk, teman saya harus naek kereta pukul 05.15. Itu artinya dia berangkat dari rumah sekitar pukul setengah lima.

Yang bikin teman saya sakit hati adalah ada tiga orang perempuan usil (mereka ternyata bersahabat) yang naik dari stasiun Depok Lama. Mereka bertiga sering kali menyindir teman saya dengan kata-kata pedas dan tajam.

Seperti:
"Ih, di rumah gak punya kasur ya? Sampe mau tidur aja numpang di kereta"

"Ya ampun ini pada tidur apa pingsan sih? Koq gak bangun-bangun dari tadi."

"Pada buta matanya kali ya? Atau budek kupingnya. Orang dari tadi berisik karena pegel masa gak ngerasa sih?"

"Sumpah deh ini orang-orang udah pada mati rasa mungkin. Pura-pura tidur semua."

Dan kalimat-kalimat semacam itu.


Kereta adalah sarana umum. Harga yang kita bayar sama. Peraturannya cuma satu: siapa cepat dia dapat (tempat duduk). Kereta bukan salah satu wahana di Dufan dimana kita bisa di beri kepastian menunggu di setiap permainan. Di kereta kita hanya bisa menunggu hingga pemilik sementara bangku kereta bangkit dan meninggalkannya untuk kita.

Bukan saya bermaksud membela teman saya. Namun sebagai sesama orang Indonesia, ada baiknya kita hargai perasaan sesama kita. Lagi pula kita masih ada di kereta yang sama. Kita pasti bertemu lagi suatu saat nanti. Pesan saya cuma satu: jangan menginjak semut jika tidak ingin di emut. Eh di gigit maksudnya! Haha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar