Senin, 25 Januari 2016

Di Bawah Purnama

"Kenanga!"

Sebuah suara menggema di pinggir pantai, membelah gemuruh ombak dan ributnya angin di sore hari. Tampak sosok seorang pria muda berlari mendekati sosok seorang gadis yang tengah berdiri di tepi pantai. Wajah pria muda itu sumringah di tengah-tengah nafasnya yang terburu.

"Ayahmu mengatakan bahwa aku bisa menemuimu disini." ujarnya.


Kenanga tersenyum.

"Ada apa Abang mencariku?" tanyanya kemudian.

"Ayo kita jalan-jalan.." pria muda itu mendahului melangkah.

Kenanga memilih berjalan beberapa langkah di belakang Rey, pria muda itu. Untuk beberapa lama, mereka hanya membiarkan kesunyian bernyanyi sedang kaki-kaki mereka membelah ombak di tepi pantai.

"Kenanga.." panggil Rey.

"Hemh.."

"Kau tahu mengapa Tuhan menciptakan senja?" tanya Rey.

"Agar kita bisa memiliki kenangan ini?" jawab Kenanga jenaka.

Rey tersenyum.

"Seriuslah sedikit. Aku sedang bertanya padamu." ujar Rey kemudian.

"Baiklah. Aku menyerah." ujar Kenanga seraya mengangkat kedua tangannya.

"Turunkan tanganmu. Aku bukan polisi." ujar Rey tanpa menoleh.

"Jadi, mengapa Tuhan menciptakan senja?" tanya Kenanga.

"Senja.. Senja adalah puncak tertinggi dari sebuah hari. Akhir dari rangkaian waktu yang saling berlari. Seraya menyambut awal diiringi kehambaan pada Sang Illahi." jawab Rey.

Kenanga membiarkan jawaban Rey memeluk hatinya yang paling dalam.

"Berapa usiamu sekarang?" tanya Rey tiba-tiba.

"Abang lupa 'kah?" tanya Kenanga seraya mengintip wajah Rey.

Rey tersenyum.

"Aku hanya ingin mendengarnya lagi." jawab Rey.

"Untuk apa?" tanya Kenanga.

"Aku hanya perlu memastikan bahwa perhitunganku tidak meleset." jawab Rey.

Kenanga tersenyum.

"Kau tahu, sepertinya Tuhan sedang membiarkanku mendengarNYA berbicara tentang cinta." Rey berbalik dan mendapati Kenanga menubruk tubuhnya. Kenanga mundur.

"Lalu, apa yang DIA katakan?" tanya Kenanga kemudian.

"Disini.." Rey meletakkan tangan kanannya di dada, ".. Cinta ada disini."

"Dari mana aku tahu bahwa itu cinta?" tanya Kenanga lagi.

"Kamu pasti tahu. Kamu akan selalu tahu."

Diam.

"Aku akan pergi, Kenanga.." telunjuk Rey mengarah lurus pada langit yang tengah memerah, ".. Kesana."

"Bersediakah kau menunggu agar kita bisa menikmati purnama kedua di tahun ketiga?" Rey menatap Kenanga lekat.

"Abang.."

"Aku pasti kembali, Kenanga. Aku pasti kembali."

========== * * * * * ==========

"Kenanga!"

Kenanga tersenyum.

Dia kembali.

Mendengar suara itu mampu membangkitkan kenangan tiga tahun lalu di pantai ini. Suara yang senantiasa dia rindukan dan kini kembali menggema di telinga.

"Ayahmu mengatakan bahwa aku bisa menemuimu disini."

"Ada apa Abang mencariku?" tanya Kenanga.

"Ahh.. Aku sedang berfikir, bagaimana jika sesekali kita berkemah disini? Di pantai ini. Bukankah besok purnama akan datang?" ujar Rey.

"Hemh.." Kenanga mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ide yang menarik." jawab Kenanga kemudian.

"Baiklah jika kau sudah setuju. Boleh kita berkumpul besok pukul lima sore?" tanya Rey lagi.

"Tentu." jawab Kenanga seraya tersenyum.

"Bagus! Aku sudah katakan pada istriku bahwa kau pasti setuju dengan rencana ini. Baiklah, sampai jumpa besok." ujar Rey.

"Jangan lupa katakan pada suamimu!" teriak Rey seraya melambaikan tangan.


"Sesuai janji, kau benar-benar kembali. Suratmu di tahun kedua telah mengatakan segalanya. Abang akan kembali, tepat setahun sebelum purnama yang kau janjikan itu datang.

Namun aku sungguh tidak menyangka akan mendapati Abang kembali dengan menggandeng seorang perempuan muda berparas indah. Aku memutuskan untuk tidak bertanya mengapa. Namun aku tahu bahwa saat itu Tuhan sedang membiarkanku belajar mengenai makna yang lebih dalam dari sekedar.. cinta.

2 komentar: