Selasa, 26 April 2011

THE LAST EMPRESS (ANCHEE MIN)

Sejarah itu seperti sebuah harta karun, semua hal menjadi begitu berharga. Saya sempat tidak terima akan alur cerita bahkan masih tak percaya bahwa semua tokoh utama harus berakhir dengan kematian. Namun sayangnya sejarah tak bisa diubah. Novel sejarah Cina di abad ke-20 ini disajikan dengan alur yang sangat menarik, sehingga saya merasa sayang jika harus cepat-cepat menyelesaikan buku ini.




Ketika sebuah Negara diguncang oleh pemberontakan dalam negeri dan serangan dari tentara asing, Cina hanya dapat menggantungkan kelangsungan Dinasti pada seorang perempuan yang berkuasa, Tzu Hsi, Empress Orchid – Maharani Anggrek. Satu-satunya selir yang dapat melahirkan seorang putra mahkota sebelum Sang Kaisar meninggal akibat serangan oleh tentara asing di Kota Terlarang.

Tak mudah langkah Anggrek dalam memimpin kerajaan sebagai Wali (pendamping calon Kaisar sebelum mencapai usia matang), pengaruh buruk Tsai-chen, putra Pangeran Kung (saudara Kaisar Hsien Feng) pada putra mahkota, Tung Chih, membuat Kaisar Muda itu meninggal dalam usia sembilan belas tahun. Kegemarannya mendatangi tempat-tempat pelacuran dan mengabaikan ribuan selirnya membuat dia terkena penyakit kelamin.

Sebagai penerus Dinasti dan pengganti Kaisar Tung Chih, Anggrek memilih Tsai-t’ien (selanjutnya akan dikenal sebagai Guang-hsu) yang baru berusia tiga tahun, keponakannya, putra Pangeran Ch’un (adik bungsu Hsien Feng). Awalnya Anggrek benar-benar siap meninggalkan perwaliannya ketika pada usia remaja dan dianggap sanggup memimpin kerajaan, Guang-hsu memperlihatkan ketertarikan dan keseriusannya menangani masalah-masalah kerajaan dengan memimpin audensi. Namun menginjak usia dewasa, apalagi setelah menikah Guang-hsu berubah menjadi pemurung dan pendiam.

Guang-hsu akan melarikan diri ke ruang jam dan mulai mengutak-atiknya ketika dia bosan memimpin audensi. Rasa malu dan rendah diri akibat penyakitnya (ejakulasi dini) membuat dia tidak yakin dapat memimpin Cina, dia bahkan tidak pernah sekalipun menyentuh Permaisurinya. Hal ini membuat hubungan antara Anggrek, Permaisuri, Kaisar Guang-hsu dan para selir menjadi panas. Kesalahpahaman membuat Anggrek serba salah.

Semangat Guang-hsu kembali hadir saat seorang reformis gagal ujian Kerajaan muncul, Kang Yu-wei masuk ke dalam pikiran Guang-hsu melalui artikel dan selebaran yang dibawa selir Mutiara. Kang juga mempengaruhi Guang-hsu untuk menjadikan Ito Hirobumi sebagai teman Kerajaan, namun membenci para penyelamat Dinasti (Li Hung-chang, Yung Lu, Sir Robert Hart, Yuan Shih-kai) dan menolak bekerja bersama mereka. Guang-hsu juga mendukung para pemberontak yang diharapkannya dapat melancarkan rencana reformasinya terhadap Cina. Namun pada akhirnya, reformasi Cina yang direncanakan Guang-hsu gagal.

Kegagalan reformasi Cina dan ditambah kematian Li Hung-chang dan Yung Lu membuat hati Anggrek hancur. Penyesalan akan kegagalan membawa Cina pada reformasi membuat Guang-hsu terpuruk dan membawanya pada kematian di usianya yang ke tiga puluh delapan tahun dan tanpa meninggalkan penerus Kerajaan. Sekali lagi, Anggrek dituntut mencari pengganti Guang-hsu. Putra Pangeran Ch’un Junior, Puyi, yang baru berusia tiga tahun ditunjuk menjadi Kaisar. Anggrek meninggal pada audensi saat memperkenalkan Puyi sebagai pewaris tahta di usianya yang ke tujuh puluh tiga tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar