Kamis, 23 Desember 2010

Malaikat Tak Datang Malam Hari

Suatu hari di tahun 2007 silam, sebuah judul di sebuah rak mengunci mata saya yang sibuk jelalatan kesana sini. Buku berlatar belakang putih dan biru dengan gambar malaikat yang terbang keluar dari kening seorang pria berpeci putih. Malaikat Tak Datang Malam Hari karya Joni Ariadinata.


Dengan delapan cerita dalam dua bahasa, Joni menghadirkan sudut pandang baru tentang mengaplikasikan agama dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya agama Islam. Bukan ingin mencemooh agama sendiri atau merendahkan orang-orang yang mendalaminya, Joni seperti menyentil keyakinan dan faham kita pada agama. Seringkali, agama dijadikan sebagai tameng untuk melalaikan tugas-tugas duniawi, misalnya bekerja, menghidupi keluarga.



Malaikat Tak Datang Malam Hari, salah satu judul cerita dalam buku ini menceritakan tentang Kawit dan Hasnah, sepasang suami istri miskin dengan dua anak yang menderita keterbelakangan mental. Kawit membebankan seluruh pengurusan rumah tangga pada Hasnah, istrinya, sedang dia sendiri mengurung diri di masjid dan hanya pulang untuk makan dan berganti baju.

Kawit hanya mau memakai pakaian berwarna putih, puasa setip hari, melantunkan sepuluh ribu shalawat setiap malam, tiga ratus tiga belas Fatihah ba'da shalat dan tiga ribu tiga amalan khusus. Sedang Hasnah menjadi babu setiap siang selepas berjualan daun singkong di pasar, sore hari dia pulang menyiapkan menu buka puasa untuk Kawit, setelah itu memetik daun singkong, mengikatnya untuk dijual besok pagi, menyiapkan menu sahur, berjualan daun singkong di pasar lalu jadi babu lagi, hampir tidak tidur.

Kawit hanya memikirkan dirinya sendiri, berharap dapat berjumpa dengan Malaikat Jibril karena dirinyalah yang khusyuk beribadah tanpa menyelanya dengan kegiatan duniawi. Tapi menelantarkan keluarganya dan membebankan semua tanggung jawab pada istri, bukanlah sikap seorang muslim. Nabi Muhammad pun yang merupakan manusia pilihan Allah tetap bertanggung jawab menghidupi keluarganya dengan berdagang.

Jadi, apakah menjadi seorang muslim mengharuskan kita untuk berhenti berusaha? Bukankah manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar